Pages

Sunday 21 August 2011

Lagu Rindu dalam Ruang Rindu Last Part


Sinar-sinar abadi kian menyentuhku, kubiarkan celah terbuka hingga kuasa menyambut sapaan-sapaan manis yang telah dia ucap padaku. Batinku tersiram air yang mampu membeningkan setiap noda yang tersisa. Kucoba belajar dari setiap kalimat yang selalu mengiringiku dengan tulus. Ini amat berarti. Ya, kusebut ini berarti. Kata-katanya bukan lagi omong kosong yang kebiarkan keluar masuk tanpa makna. Kali ini aku mulai menerima semua pesan abadinya. Kuakui saat itu aku mulai sanggup melawan bisikan jahanam yang telah lama bersarang meracuni jiwaku.
Kulihat diriku sendiri lewat cermin, aku tersenyum namun sesaat aku enggan melihat diriku sendiri. Pantaskah seorang wanita murahan sepertiku mengenakan jilbab suci yang menutup aibku? Tuhan..mungkin aku akan menjadi cibiran dunia.
“Kamu lebih cantik kalau seperti ini.”
Aku kembali mengingat pujian ngawurnya itu. Kendati seperti itu, apa mungkin hatiku mampu seperti apa yang dia ucapkan? hmm…sudahlah! Aku tak mau peduli dengan hal yang meragu. Kubiarkan jilbab itu melekat, dan kuharap tetap bersamaku hingga aku tiada lagi bernafas. Kuikrarkan apa yang seharusnya kulakukan. Aku yakin akan ini. Aku yakin.

***

Hari pertama aku menjadi wanita yang tertutup dari segala keburukan. Sudah kuduga, setiap pasang mata yang melihatku, tertawa dan mengumpatku.  Sakit memang.Namun aku tak peduli. Hari itu aku putuskan untuk menemuinya di tempat yang biasa aku dan dia bertatap dan menyapa. Akan kutunjukkan bahwa aku telah menjadi apa yang dia inginkan. Ku akan menemuinya di atas hamparan rumput hijau, di bawah lazuardi yang selama ini membisu. Aku merasakan sebuah kedamaian yang nyata. Kutelah menemui makna hidup yang sesungguhnya. Aku berdiri, mencari sosoknya yang selalu menyambutku diantara tetes embun yang selalu membangunkanku dan senja jingga yang melelapkanku. Namun, tak kulihat dia, tak kutemukan lenteraku, kemana dia? Segera kulangkahkan kakiku, duduk di atas bangku.
“Mungkin dia belum datang.” sangkaku
Namun,cukup lama aku menunggu, menunggu bersama merpati yang bungkam menatap kehampaanku. Dia tak kunjung datang. Apa yang terjadi? Mungkinkah dia mulai bosan denganku yang tak pernah mau mendengarnya? ataukah dia membenci ketidakpeduliaanku padanya?Tuhan…

***

Setiap hari aku membiarkan jiwaku menuju tempat itu, berharap dia ada. Namun sampai detik itu dia tak sedikitpun menampakkan dirinya, bahkan aku tak mendapat kabar darinya. Aku luluh. Aku merasa hampa. Aku merasa kehilangan penawar kasih yang mulai kurasakan. Ya, kuakui aku mulai menaruh rasa padanya.  Aku jatuh cinta padanya.Kuingin menemuinya. Namun kapan?
Setiap malam aku bermunajah dalam sujudku berharap aku akan menemuinya. Aku akan menunggu hingga aku menutup mataku selamanya. Kuyakin dia masih ada.
Kekepal erat surat itu tatkala aku memutar memori yang telah lama usai. Tangisku membanjir. Aku merasa sesak. Aku tak sanggup lagi dengan kenyataan ini. Sudah cukup lama aku menunggu hingga saat ini. Namun semua seakan sia-sia. Aku mulai menyerah dengan keadaan. Aku lelah dengan penantian yang tak kunjung usai.
Surat itu…
Kutatap kembali surat itu. Kubaca lagi si pengirimnya.
From  Kartika
Jl.Mawar Mati No.5 Bogor
Kuhela nafas. Nama itu…
“Jona, untuk apa kamu berhubungan dengan wanita murahan seperti dia? Dia itu hanya sampah!”
Ketika itu umpatan menyakitkan itu sempat keluar dari orang yang melahirkannya, Kartika…
Ah…sekarang bukan saatnya memikirkan hal itu, semua telah berlalu. Saat ini yang harus aku lakun adalah membaca surat itu. Ya, membacanya…tak peduli dengan kalimat apa yang terukir di dalamnya.
Perlahan kubuka amplop itu, di dalam terselip dua lembar kertas.

Bogor, 11 Februari 2010
Untuk Azifa Arina

Entah dari mana saya harus bicara. Saya merasa bersalah pada puteraku dan kau.
Mungkin kau heran kenapa tiba-tiba saja Jona menghilang dari hidupmu, jangan salahkan dia, karena saya yang memaksanya untuk menjauh darimu.
Jujur saja, awalnya saya tidak menyukai kehadiranmu, karena itu kupaksa Jona untuk segera meninggalkanmu tanpa pamit. Meski Dia sempat meminta satu hal sulit dari saya. Dengan berat hati kuturuti permintaanya asal dia mau menjauh darimu.
Kami pindah ke Singapore dengan harapan dia mampu melupakanmu, namun apa nyatanya? sama sekali dia tak mau melepas kenanganmu. Berulang kali saya memaksanya untuk melupakanmu, namun sulit. Hingga malam itu…dia  mengalami kecelakan hingga nyawanya tak tertolong.
Sebelum dia menghembuskan nafas terakhir, dia sempat memohon padaku untuk menitipakn surat untukmu, (saya selipkan surat itu dalam amplop ini).
Sejak itu aku mulai menyadari bahwa keberadaanmu menguatkannya. Saat itu saya merasa bersalah, membiarakan puteranya tertekan dengan kehendak ibunya. Saya  sadar sekarang..
Saya minta maaf padamu, saya tahu kau mungkin tak mau memaafkanku, tapi tolong…ini demi Jona..Sekali lagi saya minta maaf.

Kartika

Air mataku benar-benar membanjir, mimpikah aku?? Dia..
Segera kubuka lembaran kertas satu lagi.

Untuk wanita sempurna

Aku melihatmu saat itu. Aku merasa aku menemukan sesuatu darimu.
Semejak mengenalmu, aku merasa damai. Meski keadaanmu saat itu tak baik. Namun entah energi dari mana tiba-tiba aku ingin memperingatimu dengan apa yang kau jalani. Meski jujur, aku tidak tahu banyak dengan agama yang kau yakini. Aku terlalu awam. Jujur saja, aku hanya memegang alkitab, namun sungguh aku merasa ragu dengan itu. Entahlah.
Aku berusaha untuk menjadikanmu wanita sempurna di mata agamamu. Seiring waktu, tanpa sadarmu kamu telah membuatku jatuh cinta pada keyakinanmu dan dirimu. Ya, aku merasakan hal itu.
Namun tanpa mauku, tiba-tiba keluargaku memintaku untuk meninggakanmu tanpa alasan yang masuk akal. Aku tak tahu harus bagaimana. Hingga kuputuskan untuk rela meniggalkanmu asal aku pindah keyakinan. Awalnya mereka menolak, namun aku terus memaksa. Hingga mereka mengalah.
Lihatlah..aku sama sepertimu sekarang…
Maafkan aku…aku tak pamit padamu, .aku tak bermaksud meninggalkanmua...maafkan aku, terima kasih atas segalanya.
Orang yang mencintaimu dan agamamu
Kali ini aku menangis histeris, kantung air mataku terperas habis hingga nyaris tak tersisa. Pedih. Aku tak percaya dengan apa yang kudapatkan. Ini tidak mungkin! Kupeluk erat surat itu, aku merasa ada nyawanya menyentukku. Aku merindukannya.
“Azifa.”
Tiba-tiba suara yang amat kukenali menghampiriku. Aku tahu siapa dia. Segera kuhapus air mataku. Kuharap dia mengerti. Aku menoleh padanya, kita saling melempar senyum. Segera aku bangkit dan tertatih menghampiriya, dia meraihku. Aku melangkah bersamanya. Bersama dia yang telah memiliku. Kita beranjak dari tempat itu, dari memori yang tercipta di sana, kenangan yang selamanya tak akan kulenyapkan dari ingatanku. Kulihat dia yang baru saja sukses meraihku, jika saya aku memperdulikan hatinya, ketika itu pula aku akan segera melepas gemgamannya, setelah itu aku akan lari menjauhinya, sangat jauh, sungguh hatiku telah rapat terhalang oleh cinta Jona yang kini hilang dari pandanganku, bahkan jika aku tak melihat kesetiannya, dia yang kini telah memilikiku, aku akan memaksa Tuhan untuk segera memanggilku lalu kupinta Dia untuk mempertemukanku dengan Jona, sungguh jika itu terjadi, aku akan memeluknya erat dan aku hanya akan mengatakan dua kata untuknya, “Aku mencintaimu.” , namun aku masih sadar, aku harus bertanggung jawab atas janjiku untuk setia mempertahankan kasih dia yang mempersuntingku sebulan yang lalu. Aku harus siap, seburuk apapun itu, karena aku yakin dia tak akan mengingkari janjinya. Aku yakin.
SEKIAN

0 comments:

Post a Comment

Saya menghargai secret reader.
Jika mau berkomentar, tulis saja.
Jika tidak, cukup baca.
Dan kembali jika kau mau.

 
Copyright (c) 2010 Segores Coretan and Powered by Blogger.